Categories Conservation

Citra Online dan Konservasi Kukang

Media sosial adalah fenomena yang menawarkan sejumlah tantangan dan peluang bagi konservasionis. Sektor ini berkembang pesat, dengan semakin banyaknya variasi media dan situs jejaring sosial yang mendapatkan serta beberapa juga kehilangan popularitas dengan tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Situs-situs ini sering digunakan untuk menyebarkan gambar binatang dan hal ini berpotensi menimbulkan dampak buruk terhadap spesies konservasi, khususnya yang berkaitan dengan mamalia karismatik seperti Lorisiformes. Ternyata dapat berdampak seburuk itu ya? Yuk simak ulasan berikut ini!

Apa pengaruh media sosial terhadap satwa liar?

Gambar-gambar yang disebar dapat mempengaruhi persepsi publik dan juga mempengaruhi permintaan terhadap hewan-hewan tersebut. Penyebaran konten viral di media sosial dapat memiliki implikasi dalam pemasaran, ilmu sosial, dan penelitian konservasi. Konten viral adalah bentuk komunikasi antar-pengguna yang tidak dibayar dan digunakan untuk mempengaruhi atau menyakinkan audiens agar menyebarkan konten tersebut kepada orang lain. Dalam konteks ini, setiap gambar atau video yang diunggah merupakan bentuk iklan untuk profil yang mengunggahnya. Video-video tentang primata juga digunakan sebagai iklan untuk perdagangan satwa liar ilegal, terutama perdagangan satwa hidup, baik untuk perusahaan tertentu maupun untuk mempromosikan gaya hidup pemilik hewan peliharaan eksotis.

Housebroken, acara TV di Amerika Serikat oleh Fox Broadcasting

Penggunaan primata dalam hiburan komersial dan periklanan yang dapat mempengaruhi persepsi publik dan iklan. Hal tersebut telah terbukti meningkatkan persepsi bahwa populasi primata liar sehat/stabil dan bahwa primata akan menarik sebagai hewan peliharaan. Media juga dapat mempengaruhi permintaan konsumen terhadap spesies yang ditampilkan dalam film-film populer. Namun, bukti kuantitatif yang mendukung hubungan sebab-akibat langsung antara popularitas film dan penjualan masih belum cukup. Selain itu, belum ada penelitian yang menyelidiki dampak secara keseluruhan terhadap perdagangan primata setelah film atau acara TV populer.

Apa pengaruhnya pada Kukang?

Pengaruh media sosial pada kukang atau Lorisiformes dapat bervariasi. Berikut ini adalah beberapa pengaruh yang mungkin terjadi:

  • Penyebaran kesadaran: Melalui media sosial, informasi tentang kukang dapat dengan cepat menyebar dan mencapai audiens yang lebih luas. Ini dapat membantu dalam peningkatan kesadaran tentang pentingnya konservasi kukang dan masalah yang dihadapinya, seperti perdagangan ilegal dan hilangnya habitat.
  • Penggalangan dana: Media sosial dapat menjadi alat yang efektif untuk menggalang dana bagi proyek-proyek konservasi kukang. Organisasi atau individu yang bekerja untuk melindungi kukang dapat menggunakan platform media sosial untuk mengumpulkan dana, menjangkau pendukung potensial, dan membangun kesadaran tentang pentingnya dukungan finansial.
  • Edukasi dan penyuluhan: Media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan informasi edukatif tentang kukang, termasuk perilaku, habitat, dan ancaman yang dihadapinya. Dengan menyajikan konten yang menarik dan informatif, media sosial dapat membantu meningkatkan pemahaman publik tentang pentingnya melindungi kukang.
  • Perdagangan ilegal: Sisi yang kurang positif, media sosial juga dapat digunakan sebagai platform untuk mempromosikan perdagangan ilegal kukang. Pengguna media sosial yang tidak bertanggung jawab dapat membagikan informasi tentang bagaimana mendapatkan kukang sebagai hewan peliharaan atau bahkan menjualnya ilegal. Hal ini dapat meningkatkan permintaan dan memperburuk ancaman terhadap populasi kukang.
Contoh perdagangan ilegal di Facebook
  • Kampanye penyelamatan: Media sosial dapat digunakan untuk mengorganisir kampanye penyelamatan kukang, seperti petisi online, seruan aksi, atau membagikan informasi tentang tindakan konkret yang dapat dilakukan individu untuk membantu melindungi kukang.

Penting untuk diingat bahwa pengaruh media sosial pada kukang tergantung pada bagaimana platform tersebut digunakan. Dalam hal ini, penting bagi para konservasionis, organisasi, dan pengguna media sosial untuk memanfaatkan media sosial dengan bijaksana untuk mendukung konservasi dan kesejahteraan kukang.

Lantas, bagaimana cara menggunakan media sosial yang baik?

Berikut adalah beberapa panduan tentang cara menggunakan media sosial dengan benar dalam konteks konservasi, yang pertama adalah tujuan dan pesan yang jelas:
Tentukan dengan jelas tujuan kamu dalam menggunakan media sosial untuk konservasi. Apakah itu untuk meningkatkan kesadaran, menggalang dana, atau menyebarkan informasi edukatif?. Kemudian, konten menarik dan berbagi cerita, sumber informasi yang terpercaya. Selanjutnya, keterlibatan dengan audiens: Berinteraksilah dengan pengikut kamu dan tanggapi komentar, kampanye dan tindakan konkret: gunakan media sosial sebagai platform untuk menggerakkan tindakan konkret. Konsistensi dan kehadiran yang aktif, kolaborasi dan kemitraan, dan yang terakhir, memantau dan evaluasi: pantau dan evaluasi kinerja kampanye media sosial mu. Gunakan analitik media sosial untuk memahami keterlibatan audiens, efektivitas konten, dan dampak yang dicapai. Hal ini dapat membantu kamu memperbaiki strategi dan mengoptimalkan penggunaan media sosial dalam konservasi.

Melalui pendekatan yang bijaksana dan efektif dalam menggunakan media sosial, kamu dapat memanfaatkannya sebagai alat yang kuat untuk meningkatkan kesadaran, membangun dukungan, dan mendorong tindakan dalam upaya konservasi. Sekarang kamu pasti sudah paham kan! Yuk kita terapkan penggunaan media sosial dengan bijaksana agar kukang-kukang yang lucu dan hewan lainnya tidak semakin punah! Kalian dapat mengikuti instagram kami untuk lebih mengetahui postingan yang baik dan menarik pada konservasi hewan terutama pada Kukang Jawa.

Referensi:

Feddema, K., Nekaris, K. A. I. Online Imagery and Loris Conservation. Evolution, Ecology and Conservation of Lorises and Pottos. editor / K. A. I. Nekaris ; Anne M. Burrows. Cambridge : Cambridge University Press, 2020. pp. 362-373.