Kukang Indonesia

Kukang dengan genus Nycticebus merupakan bagian dari famili Lorisidae yang sebarannya berada di Asia Tenggara. Genus Nycticebus tersebar dari Burma, China, Kamboja, India, Thailand, Singapore, Vietnam, Malaysia dan juga Indonesia.

Hewan ini memiliki keunikan karena merupakan satu-satunya primata nokturnal arboreal yang memiliki bisa yang dihasilkan dari kelenjarnya yang berada di bawah lengan atas.

Secara historis, ahli taksonomi mengakui bahwa terdapat setidaknya sembilan spesies dalam genus Nycticebus. Namun pada tahun 1953 Osman-Hill menyatukan taksa tersebut menjadi satu, yaitu Nycticebus coucang atau kukang Sunda.

Melihat adanya perbedaan secara morfologi, maka pada tahun 1998 seorang peneliti bernama Groves berargumen bahwa N. pygmaeus berbeda dari N. coucang, dan spesies tersebut bisa memiliki nomenklatur sendiri. Penelitian genetik dilanjutkan oleh Roos, sehingga pada tahun 2003 diketahui terdapat lima spesies kukang di Asia, yaitu N. coucang, N. menagensis, N. bengalensis, N. javanicus, dan N. pygmaeus.

Di Indonesia sendiri, setelah melalui studi dan penelitian taksonomi awal serta penelitian morfologi dan genetik, menunjukkan setidaknya terdapat tiga spesies kukang di Indonesia, yaitu N. councang, N. menagensis, dan N. javanicus.

Pada tahun 2007, Nekaris dan Jaffe menemukan sembilan individu kukang yang sesuai dengan karakteristik Stone dan Rehn deskripsikan pada tahun 1902, yang juga didukung oleh analisis statistik. Sehingga Nekaris dan Jaffe mengusulkan untuk membuat nomenklatur sendiri untuk spesies tersebut, yaitu Nycticebus hilleri yang kemudian dinilai pada tahun 2015 dan masuk dalam daftar merah IUCN pada tahun 2020.

Penelitian terus berlanjut hingga pada tahun 2013. Saat itu Nekaris, Munds dan Ford menemukan tiga spesies baru yang awalnya dianggap sebagai Nycticebus menagensis, ketiga spesies tersebut adalah Nycticebus kayan, Nycticebus borneanus dan Nycticebus bancanus.

Perbedaan tersebut dilihat dari facial mask, panjang badan, berat badan, dan distribusi dari masing-masing spesies tersebut. Ketiga spesies itu kemudian dinilai oleh IUCN pada tahun 2015 dan masuk ke dalam daftar merah IUCN pada tahun 2020. Hingga saat ini diketahui terdapat sembilan spesies kukang genus Nycticebus di dunia dengan tujuh di antaranya terdapat di Indonesia.

1. Kukang Jawa (Nycticebus javanicus)

Gambar Kukang Jawa (Nycticebus javanicus). Sumber: Little Fireface Project

Kukang Jawa merupakan hewan endemik di Pulau Jawa yang memiliki warna rambut cokelat kemerahan, garis dorsal meluas ke daerah toraks, bentuk garpu wajah membulat dan berwarna hitam.

Kukang dewasa memiliki berat badan kisaran 750-1.150 gram dengan rata-rata panjang badan 270 mm. Makanan utama dari kukang jawa yaitu getah, nektar bunga, serangga, dan vertebrata kecil.

Hewan ini termasuk dalam kategori terancam kritis (Critically Endangered) berdasarkan IUCN Red List sejak tahun 2013.

Wilayah sebaran kukang Jawa. | Foto: IUCN

2. Kukang Sunda (Nycticebus coucang)

Gambar Kukang Sunda (Nycticebus coucang). Sumber: Arkive

Sebaran spesies ini meliputi Singapura, Thailand, Malaysia dan juga Indonesia (Sumatera). Di Sumatera, kukang sunda dapat ditemui di bagian selatan Sungai Batang Toru, Batam, dan Galang di Kepulauan Riau.

Ciri-ciri dari kukang ini yaitu memiliki rambut kecokelatan dengan garis punggung gelap yang tertutup oleh garis yang lebih gelap.

Bagian perutnya memiliki warna yang lebih terang dengan garpu wajah yang memenuhi circumocular patch untuk membentuk titik.

Makanan kukang Sunda yaitu getah, nektar bunga, daun, serangga, buah, dan telur burung. Berat badan dari kukang dewasa yaitu 635-850 gram dengan rata-rata panjang badan 268 mm.

Status konservasi spesies ini, dalam daftar merah IUCN yaitu terancam punah (Endangered) sejak tahun 2015.

Wilayah sebaran kukang Sunda. | Foto: IUCN Red List

3. Kukang Filipina (Nycticebus menagensis)

Gambar Kukang Filipina (Nycticebus menagensis). Sumber: Josh Vandermeulen, iNaturalist

Spesies yang tergolong rentan (Vulnerable) dalam daftar merah IUCN sejak tahun 2015 ini memiliki rata-rata berat badan dewasa sekitar 600 gram, serta rata-rata panjang badan 274 mm.

Makanan dari spesies ini yaitu getah, serangga, dan vertebrata kecil. Sementara, daerah sebarannya yaitu dari Brunei Darussalam, Malaysia (Sarawak dan Sabah), Filipina, dan Indonesia (Kalimantan).

Hewan ini dapat ditemui di seluruh bagian Pulau Kalimantan. Ciri-ciri dari kukang Filipina yaitu memiliki warna rambut yang pucat dengan facial mask yang kontras dan bagian atas yang bulat, circumocular patch bawah bervariasi, dan memiliki garis interokular yang sempit.

Wilayah sebaran kukang Filipina. | Foto: IUCN

4. Kukang Sumatera (Nycticebus hilleri)

Gambar Kukang Sumatera (Nycticebus hilleri). Sumber: Auzan Sukaton, iNaturalist

Hewan ini endemik di Pulau Sumatera, yaitu bagian utara Sungai Batang Toru, dan ada kemungkinan spesies ini juga tersebar di pulau-pulau sekitarnya, namun hal ini belum diketahui.

Makanan dari kukang yang termasuk dalam kategori terancam punah (Endangered) ini yaitu getah, serangga, vertebrata kecil, dan buah lunak.

Ciri-ciri dari kukang Sumatera yaitu memiliki rambut berwarna cokelat kemerahan dan bagian perut berwarna lebih merah, rambut pra-auricular kemerahan, serta memiliki garpu wajah yang bulat di atas mata dan kurang jelas terbagi. Berat badan kukang dewasa yaitu 650-790 gram dengan rata-rata panjang badan 278 mm.

Wilayah sebaran kukang Sumatera. | Foto: IUCN

5. Kukang Kayan (Nycticebus kayan)

Gambar Kukang Kayan (Nycticebus kayan)

Kukang Kayan memiliki rambut yang halus dan agak lebih panjang (menyerupai subadult), memiliki garpu wajah yang gelap dan sangat kontras, dan circumocular patch berwarna gelap berbentuk bulat atau runcing sepanjang tepi atasnya.

Berat badan spesies ini yaitu berkisar 500-700 gram dengan rata-rata panjang badan 273 mm untuk kukang dewasa. Makanannya yaitu getah, nektar bunga dan serangga.

Sementara status IUCN dari spesies ini adalah rentan (Vulnerable) sejak tahun 2015. Sebarannya sendiri yaitu di Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah dan Serawak). Di Kalimantan, kukang Kayan ditemui di Peleben-Kalimantan Timur dan juga bagian tengah Kalimantan.

Wilayah sebaran kukang Kayan. | Foto: IUCN

6. Kukang Bangka (Nycticebus bancanus)

Gambar Kukang Bangka (Nycticebus bancanus). Sumber: Denny Setiawan, iNaturalist

Spesies yang endemik di Pulau Bangka Belitung, Sumatera ini memiliki panjang badan sekitar 258 mm. Dengan warna rambut yaitu warna kastanye gelap (cokelat kemerahan) pada facial mask, dengan circumocular patch atas yang menyebar dan rambut punggung yang berwarna merah tua.

Makanan hewan ini yaitu getah, nektar bunga dan juga serangga. Kukang bangka termasuk dalam kategori terancam kritis (Critically Endangered) sejak tahun 2015.

Wilayah sebaran kukang Bangka. | Foto: IUCN

7. Kukang Kalimantan (Nycticebus borneanus)

Gambar Kukang Kalimantan (Nycticebus borneanus). Sumber: Little Fireface Project

Kukang Kalimantan memakan getah, serangga, moluska, biji polong, buah dan nektar untuk kesehariannya dan hewan ini dapat ditemui di Kabupaten Sanggau, Sungai Sekayam, Kalimantan Barat dan tersebar ke arah tengah dan selatan Kalimantan.[18]

Spesies ini memiliki warna facial mask gelap yang kontras dengan sebagian besar berbentuk bulat, namun terkadang bagian atas ujung circumocular patch tersebar.

Kukang dewasa memiliki panjang badan 260 mm dengan berat badan berkisar 360-580 gram.[19] Kukang Kalimantan tergolong rentan (Vulnerable) menurut IUCN sejak tahun 2015.[20]

Wilayah sebaran kukang Kalimantan. | Foto: IUCN

Perlindungan dan Ancaman

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 hanya terdapat tiga jenis kukang yang dilindungi, yaitu N. coucang, N. javanicus, dan N. menagensis.

Sementara berdasarkan CITES Apendiks I seluruh spesies dari genus Nycticebus telah masuk ke dalam daftar tersebut, dan hanya jenis N. kayan dan N. coucang yang termasuk ke dalam IUCN Red List.

Seluruh spesies dari genus ini memiliki tren populasi yang menurun dengan berbagai macam ancaman yaitu fragmentasi habitat, pembukaan lahan, perburuan liar, penjualan satwa liar ilegal, sampai penggunaan hewan sebagai peliharaan.

Tak hanya itu, ancaman lainnya yaitu dijadikan benda untuk berfoto, mengalami sengatan listrik, hingga masih adanya kepercayaan bahwa kukang memiliki manfaat magis bagi yang mengonsumsi atau memilikinya.

Masalah krusial namun sering diabaikan adalah metode rehabilitasi dan pelepasan yang tidak tepat. Praktik saat ini perlu direformasi untuk meningkatkan kemungkinan bertahan hidup kukang yang dilepasliarkan, dengan menggunakan pengetahuan yang akurat dan terkini tentang spesies tersebut.