Masa pertumbuhan yang lamban pada satwa diperlukan untuk mempelajari keterampilan yang diperlukan untuk masa reproduksi dewasa dan kelangsungan hidup, termasuk perilaku makan. Ternyata, kukang Jawa merupakan kasus yang berbeda dan tidak biasa karena memiliki diet yang khusus dari sumber yang sulit didapat, juga melakukan dispersi hingga satu tahun setelah kematangan seksual! Kira-kira ada kaitannya tidak ya antara belajar makan dan waktu dispersi? Yuk kita simak penjelasannya!
Bagaimana kukang belajar makan?
Ditemukan bahwa konsumsi serangga dan getah lebih banyak pada tahap awal perkembangan, dan konsumsi nektar lebih banyak pada tahap akhir perkembangan. Berbagi pakan (co-feeding) terjadi pada semua jenis makanan, dengan jenis serangga menunjukkan kejadian yang paling sering selama perkembangan awal, dan pemberian makan getah tetap tinggi selama masa perkembangan. Pembelajaran melalui interaksi sosial merupakan faktor yang penting dalam proses transmisi informasi pola makan dari individu yang lebih tua, termasuk saudara dan orang tua, kepada kukang muda.
Karena perbedaan morfologi dan perbedaan keterampilan serta tingkat pengetahuan dalam memperoleh sumber daya, juvenil mungkin kesulitan untuk memanfaatkan sumber daya yang sama dengan satwa dewasa. Periode pembelajaran yang lebih lama dalam kelompok mungkin diperlukan, terutama untuk spesies dengan pola makan yang ‘sulit’. Pola makan tersebut mungkin mengandung bahan-bahan beracun atau sulit diekstraksi sehingga pembelajaran dengan pengambilan sampel mungkin berisiko.
Jadi, mereka belajar makan dengan kukang yang lebih dewasa, ya?
Betul! Banyak sekali penelitian yang memperlihatkan bahwa satwa muda mendapatkan manfaat ilmu pengetahuan dari individu yang lebih tua. Berbagi pakan dengan anggota kelompok yang lebih tua dapat terjadi secara asinkronus dimana satu individu mengamati individu lain, atau secara serempak dimana individu memakan sumber makanan yang sama atau berbeda. Kehadiran individu yang lebih berpengalaman di dekat makanan memberikan isyarat sensorik, sehingga memudahkan hewan yang belum dewasa untuk mencoba makan secara mandiri. Kukang merupakan primata nokturnal dengan diet khusus yakni getah pohon, seragga berbisa, dan nektar. Periode perkembangan yang lamban ini diduga berhubungan dengan kebutuhan untuk mempelajari tentag perolehan sumber daya.
Pengalaman mencari makan pada satwa di fase awal kehidupan memiliki implikasi jangka panjang pada preferensi, kebugaran, dan kelangsungan hidup saat dewasa. Ditujukkan bahwa kukang Jawa menunjukkan perubahan ontogenik dalam pola makan, yang kemungkinan terkait dengan faktor fisik dan sosial, termasuk penyampaian informasi makanan melalui perilaku makan bersama. Beberapa satwa tidak melakukan dispersi sebelum 900 hari. Artinya, mereka tetap tinggal di wilayah kelahirannya selama setahun atau lebih setelah mencapai tahap kompetensi dewasa.
Memangnya mereka belajar makan apa saja?
Getah adalah makanan utama kukang di semua usia, akan tetapi konsumsi getah lebih banyak pada bayi/juvenil. Konsumsi getah yang lebih banyak dapat berhubungan dengan satwa yang masih muda belajar bagaimana cara mengekstraksi getah. Pencarian maakan ekstraktif dianggap menghadirkan tantangan unik bagi satwa dan mungkin memerlukan pembelajaran sosial.
Nektar adalah sumber makanan terakhir yang kukang kuasai saat dewasa. Meskipun nektar bunga mudah dikonsumsi dan dicerna, kukang memperoleh asupan makanan dari sumber daya ini di tingkat akhir perkembangan. Kukang Jawa mengakses nektar bunga pada ujung cabang, hal ini dapat menjadi sulit karena ukuran cabang perifer yang kecil memerlukan kukang untuk mempertahankan pusat gravitasi pada cabang yang lentur.
Pada intinya, pembelajaran sosial dan kegiatan makan bersama merupakan faktor utama dalam proses pemberian informasi perolehan pakan antar individu. Bagi kukang, kegiatan makan bersama memungkinkan individu muda untuk memperoleh informasi tentang apa dan bagaimana cara makan yang diperlukan saat menginjak dewasa!
Referensi: